Kamis, 04 Juni 2009

Resah Saat Si Baby Belum Juga Hadir...

Inilah susahnya hidup di Indonesia. Saat Anda masih asyik melajang, keluarga dan teman-teman terus saja bertanya, "Kapan kawin?" Setelah 2-3 tahun menikah, dan belum dikaruniai momongan, Anda masih juga dihujani pertanyaan, "Kapan nih punya anak?" Bila tubuh Anda sedikit gemuk lantaran lupa diet, teman langsung saja menembak, "Kamu hamil, ya?" Anda sedikit resah juga sih, mengingat usia yang sudah mendekati 35 tahun. Tetapi berondongan pertanyaan yang itu-itu saja seputar kapan punya anak, bukan lagi terasa sebagai perhatian mereka terhadap Anda, melainkan menjadi suatu siksaan. Siapa sih, yang tak ingin punya baby?

Jika Anda merasa terganggu dengan berbagai pertanyaan "menyudutkan" seperti itu, penting untuk menggali lebih dulu mengenai keinginan Anda (atau ketidakinginan Anda) memiliki anak. Coba jawab dengan jujur, apakah Anda ingin memiliki anak karena:

* Akan makin mendekatkan hubungan Anda dengan pasangan, atau Anda khawatir Anda dan pasangan dianggap "tidak mampu" memiliki anak?
* Hidup berkeluarga akan makin lengkap dengan kehadiran anak, atau tradisi menuntut Anda untuk memiliki anak?
* Untuk melanjutkan keturunan karena hal ini ada dalam kitab suci, atau Anda merasa harus "mengejar setoran" karena usia tak lagi muda?
* Anda dan suami sangat mencintai anak-anak, atau Anda dulu gagal menjadi orang yang Anda inginkan dan berharap anak yang dapat melakukannya?
* Anda memiliki naluri keibuan yang harus tersalurkan, atau Anda hanya ingin terbebas dari desakan keluarga?

Bila Anda lebih banyak mengkhawatirkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan kedua, mungkin sebaiknya Anda berpikir ulang mengenai keinginan mempunyai anak. Bila kelahiran anak hanya disebabkan tuntutan dari luar diri Anda (seperti desakan keluarga), hal ini menjadi tidak adil bagi si anak. Sering kali orangtua merasa tidak sanggup memiliki anak, entah karena masalah biaya, tanggung jawab, atau memiliki anak tidak dirasakan sebagai "panggilan" bagi dirinya sehingga hadirnya anak hanya dirasakan sebagai beban. Anda memang tidak sepenuhnya salah karena lingkungan kitalah yang menuntut kita untuk meneruskan tradisi ini.

Adapun bagi Anda yang memang sudah lama mengharapkan kehadiran anak, Anda memang patut resah ketika si kecil tak juga hadir menemani Anda. Meskipun begitu, Anda tak sepatutnya merasa tersiksa akibat rongrongan dari orang-orang di sekitar Anda. Anda sudah cukup cemas, gelisah, atau sedih karena harapan Anda belum terpenuhi, maka tidak selayaknya orang lain makin membebani pikiran Anda dengan pertanyaan-pertanyaan yang seolah menyalahkan itu.

Nah, bila saat ini Anda merasakan keresahan yang sama dengan perempuan-perempuan lain yang belum juga dianugerahi momongan, inilah yang perlu Anda pikirkan untuk melenyapkan kegelisahan Anda.

1. Selama 15 tahun terakhir, jumlah perempuan yang melahirkan pertama kali pada usia antara 30-39 tahun meningkat lebih dari dua kali lipat. Pada periode yang sama, jumlah perempuan usia di atas 40 tahun yang melahirkan untuk pertama kalinya, meningkat 50 persen. Jadi, memang ada kecenderungan demikian, yang artinya Anda tidak sendiri.

2. Risiko yang dihadapi dalam kehamilan setelah usia 35 tahun kadang-kadang dibesar-besarkan. Banyak wanita yang tetap mampu melahirkan dengan lancar, dengan anak yang sehat. Dalam banyak studi, terlihat bahwa wanita yang sehat hanya menghadapi risiko kehamilan yang rendah, meskipun kehamilan di atas usia 35 tahun sering dianggap meningkatkan risiko komplikasi. Dalam hal ini, usia bukan satu-satunya hal yang menentukan risiko, melainkan juga kesehatan Anda. Usia memang tak lagi dapat dilawan, tetapi Anda masih bisa mengubah pola hidup yang lebih sehat, bukan? Dan, menjaga kesehatan bukan hanya tanggung jawab Anda lho, tetapi juga suami.

3. Masalah kesuburan yang sudah menurun, perubahan hormon yang memengaruhi ovulasi, menurunnya jumlah sel telur yang siap diovulasi, atau komplikasi kehamilan adalah beberapa risiko yang umumnya akan dihadapi perempuan usia di atas 35 tahun. Meskipun demikian, perkembangan dalam dunia medis dapat membantu perempuan menjalani kehamilan yang sehat. Anda dapat menjalani perawatan untuk meningkatkan kesuburan, mengurangi kekentalan darah, atau apa pun yang berkaitan dengan gangguan kesehatan pada diri Anda.

4. Ajak suami untuk ikut memeriksakan kesehatannya agar Anda berdua tahu apakah ada faktor dari diri suami yang juga menyulitkan Anda hamil. Bila Anda berdua sudah mengetahui penyebabnya, tentu akan lebih mudah menentukan perawatan apa yang harus dilakukan.

5. Sadarkah Anda bahwa ada hal yang menguntungkan dengan hamil pada usia yang sudah matang? Secara finansial maupun secara hubungan dengan pasangan, Anda sudah stabil. Anda mampu menjalani perawatan yang dibutuhkan (karena obat-obatan dan pemeriksaan lab tergolong mahal), dan sudah memiliki pengetahuan dan pengalaman mengurus anak, seperti keponakan.

6. Studi yang dilakukan Columbia University dan Johns’ Hopkins School of Medicine menunjukkan bahwa anak-anak yang dilahirkan perempuan berusia matang mampu menjalani hidupnya dengan lebih baik. Studi The Johns Hopkins (yang sudah berjalan selama 40 tahun) mendapati bahwa anak-anak dari ibu yang berusia matang cenderung tidak mengalami kehamilan saat remaja, umumnya kuliah di tempat yang baik, dan tidak terlibat dalam tindakan kriminal.

7. Meskipun selalu ada peningkatan risiko, mayoritas bayi yang lahir dari ibu berusia matang lahir dalam keadaan sehat. Dokter umumnya akan selalu memonitor kesehatan, dan menyarankan pemeriksaan tambahan bila diperlukan. Khawatir secara berlebihan justru akan berakibat buruk pada Anda dan pada bayi yang sedang Anda kandung (bila Anda saat ini sedang hamil). Hal terbaik yang dapat Anda lakukan adalah menjalani perawatan selama kehamilan, menerapkan pola makan yang sehat, dan menikmati kehamilan Anda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar