Senin, 01 Juni 2009

Usia Produktif Untuk Hamil

Anak merupakan faktor yang penting dalam sebuah keluarga. Itulah sebabnya, ketika menikah, sebagian besar pengantin baru sibuk mencari cara segera mendapatkan momongan. Namun jika istri tak kunjung hamil, apa yang terjadi?

Sekitar 10-15% pasangan usia subur mengalami masalah infertilitas atau ketidaksuburan. Penyebabnya, bisa pihak wanita, bisa juga laki-laki. Atau, bisa pula keduanya. Bahkan ada penyebab lain yang tidak diketahui. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sekitar 50-80 juta pasangan usia subur mengalami kesulitan mendapatkan keturunan.

Menurut dr. Indra NC Anwar, SpOG dari Klinik Fertilitas Teratai RS Gading Pluit, seseorang dinyatakan infertil jika dalam satu tahun pernikahan belum hamil juga. Itu dalam kondisi suami istri usia produktif (di bawah 35 tahun) yang berhubungan secara teratur tanpa alat kontrasepsi. Demikian pula jika usia pasangan, terutama istri sudah di atas 35 tahun dan dalam tiga bulan pertama setelah melakukan hubungan suami-istri secara teratur tanpa memakai kontrasespsi. “Sebaiknya segera melakukan pemeriksaan ke ahli fertilitas,” ujarnya.

Berdasarkan data, infertilitas karena faktor istri mencakup 45%. Masalahnya bisa terdapat pada saluran telur (40%), ovulasi (15-25%), periterium/endometriosis (25%), mulut rahim (5%), dan rahim (5%).

Sedangkan karena faktor suami sekitar 40%. Dari laki-laki, sumber masalahnya kemungkinan berasal dari kelainan pengeluaran sperma (3%), kelainan produksi dan pematangan sperma, penyempitan saluran mani karena infeksi bawaan (6%), faktor imunologik/antibodi, anti sperma (2,9%), serta faktor gizi.

Sisanya sebesar 10-15% merupakan faktor-faktor yang tidak terjelaskan. “Beberapa faktor yang tak bisa dijelaskan ini juga disebabkan oleh beberapa hal,” sambung dr. Irsal Yan, SpOG.

Ia mengungkapkan bisa saja karena ilmu kedokteran memang belum sampai ke sana. Juga karena fertilitas terbukti bawaan dari beberapa masalah lainnya. Antara lain kebiasaan, gaya hidup, teknologi, dan lainnya.

Untuk gaya hidup, Irsal menyayangkan banyaknya pasangan yang menunda mempunyai bayi, padahal jam biologis terus berdentang. Kesempatan hamil pun semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia. Pada usia 20-an tahun, kesempatan hamil sebesar 20-30%. Usia 30-an menurun menjadi 15-20% dan pada usia 40-an menjadi 10% saja.

Sementara untuk kasus subfertil yang bisa berarti infertilitas atau steril (mandul) adalah 1-3%. Berbeda dengan pria yang memiliki ‘pabrik sperma’, wanita hanya memiliki ‘gudang telur’. Sebab itulah wanita akan mencapai masa menopause atau habisnya sel telur di ‘gudang’ tersebut.

“Tapi tak perlu khawatir. Sekitar 90% dari pasangan menikah dengan syarat-syarat sempurna pasti akan langsung hamil,” imbuh Irsal.

Di antara berbagai penyebab sulitnya pasutri mendapatkan keturunan, ternyata gaya hidup menyumbangkan angka yang cukup besar dalam infertilitas, yakni 15-20%. Gaya hidup yang serba cepat dewasa ini rentan membuat seseorang terkena stress. Kondisi jiwa seperti ini menyebabkan gangguan ovulasi, gangguan spermatogenesis, spasme tuba fallopi, dan disfungsi seksual yaitu menurunnya frekuensi hubungan suami istri.

Faktor gaya hidup lainnya yang menyebabkan kesulitan memiliki anak adalah malnutrisi, kegemukan atau terlampau kurus, kanker dan terapinya, merokok, konsumsi kafein berlebihan, konsumsi alkohol dan obat-obatan, serta usia. Olahraga yang berlebihan juga bisa menyebabkan seorang wanita sulit hamil karena mengganggu siklus haid.

“Penanganan pasutri sebagai satu kesatuan merupakan tindakan yang paling baik,” saran dr. Harijanto, SpOG, MM, Koordinator bagian Obstetri dan Ginekologi RS Gading Pluit. Pada prinsipnya, penanganan infertilitas ada dua macam, yaitu dengan pengobatan konvensional atau dengan teknologi reproduksi berbantu.

Pengobatan konvensional antara lain dengan pemberian obat-oabatan, baik untuk tujuan menghilangkan faktor penyebab, memicu produksi sperma, memperbaiki pematangan sperma, memperbaiki transport sel, dan mencegah kerusakan sel sperma. Sementara gangguan kesuburan akibat kerusakan atau kelainan anatomi di saluran telur bisa ditangani dengan operasi.

Jika gagal, teknik yang layak dicoba adalah melalui inseminasi atau bayi tabung. Di Indonesia, Klinik Teratai merupakan salah satu yang terpercaya dengan tingkat keberhasilan sebesar 46,2% atau di atas tingkat keberhasilan nasional yang 30%. Bayi tabung pertama yang lahir dari Klinik Teratai lahir pada tanggal 6 Februari 2008 dengan normal dan sehat hingga saat ini.

Tapi, apapun langkah yang diambik, sebelum melakukan tindakan apapun, konsultasikan dulu dengan dokter kandungan Anda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar